Entri Populer

Senin, 14 Maret 2011

Lyric Nick Jonas-Appreciate

Theres a man dying on the side of the road
Won't make it home tonight.
He was driving fast on his cell phone,
That's how he lived his life. mmmm
while he was hangin' by a thread
these were the final words he said

Chorus;
My girl turns sweet sixteen today,
She's beautiful, so beautiful.
It might get rough sometimes
But I hope she keeps her faith.(hope she keeps her faith)
I wish I grabbed a chance to say to her
Life is too short so take the time and appreciate

There's a women crying on the kitchen floor,
She got a call tonight.
Now she's trembling outside her daughter's door
Walks in and holds her tight ooooo
Wondering how and where to start,
Is there a way to shield her heart?


(Chorus)
My girl turns sweet sixteen today,
She's beautiful, so beautiful.
It might get rough sometimes
but I hope she keeps her faith.(hope she keeps her faith)
I wish I grabbed the chance to say to her
Life is too short so take the time and Appreciate

Anybody loving will
get hurt along the way
Don't be afraid to open up
And use the time you have before it fades
Show your love today

(Chorus)
My girl turns sweet sixteen today,
She's beautiful, so beautiful.
it might get rough sometimes
but I hope she keeps her faith.(hope she keeps her faith)
I wish I grabbed chance to say to her
Life is too short so take the time and appreciate.
Life is too short so take the time and appreciate.

KARAWANG BEKASI

KARAWANG BEKASI-Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu

Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami

Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami

Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Sabtu, 26 Februari 2011

My Best Friend is Nayla episode 2

Setelah selesai makan, Nayla dan Mia langsung pergi ke kamar Nayla yang terletak di lantai dua. Posisi kamar Nayla sedikit tersembunyi karena letak kamar Nayla berada di pojok. Setiap orang mungkin akan sulit untuk menemukan kamar Nayla karena dari dalam rumah yang diperlihatkan hanyalah pintu geser berbentuk lengkung yang terbuat dari kayu. Kadang beberapa orang yang mengunjungi rumah Nayla mengira pintu kamar Nayla hanyalah sebagai hiasan untuk membuat unik rumah tersebut. Nayla mendisain sendiri model kamarnya. Papa Nayla adalah seorang arsitek yang cukup sukses dibidangnya membebaskan anak-anaknya untuk mendisain sendiri kamar mereka, upaya ini dilakukan agar anak-anaknya merasa betah berada di kamarnya.
Kamar Nayla bisa dibilang unik karena kamar ini memiliki satu pintu di barat daya dan satu jendela yang melengkung di timur laut. Dua sisi lancip yang diisi dengan lampu hias yang juga saling berhadapan. Di sebelah utara terdapat doble sprinbed dan di setiap sisinya terdapat meja laci kecil yang diatasnya ditaruh lampu tidur dan beberapa bingkai foto dengan berbagai warna dan ukuran, di sebelah selatan terdapat lemari baju besar disamping kirinya adalah pintu geser dan di samping kanannya ada cermin besar, di sebelah timur terdapat rak buku kecil yang di atasnya ditaruh beberapa bingkai foto dengan berbagai warna dan model dan juga terdapat beberapa pernak-pernik hadiah ulang tahun dari papanya dan terdapat jendela yang ukurannya sama dengan rak tersebut, di sebelah barat terdapat meja belajar berbentuk huruf L yang berisi beberapa buku pelajaran, laptop dan ipod, sedangkan di tengah ruangan di beri karpet bergambar bunga-bunga berwarna ungu dan kuning. Cat kamar Nayla berwarna biru dengan beberapa wallpaper bergambar tokoh kartun kesukaan Nayla dan dihiasi oleh bingkai foto. Gorden kamar Nayla disamakan dengan warna catnya yaitu biru dengan bermotif bunga-bunga.
Nayla menaruh tasnya disamping meja belajarnya dan mengambil laptopnya. Nayla menaruh laptopnya diatas karpetnya. Mia sudah berada di atas karpet sejak pertama masuk.
“Mau dibuka gordennya atau dinyalain lampunya?” tanya Nayla. Ruangan itu memang gelap jika gordennya tidak dibuka.
“Gordennya aja deh yang dibuka, sekalian jendelanya di buka ya Nay, panas.” jawab Mia yang sedang membuka laptopnya.
“Kalo panas nyalain ACnya aja Mia.” saran Nayla saat sedang membuka gorden.
“Yang alami aja lah Nay, anginnya lebih mantep.”
“Oh, yaudah, aku ganti baju dulu ya Mi, di kamar kak Drea ada film baru tuh Mi.” Nayla mengambil kaos dan jeans pendek di dalam lemarinya. Mia memang suka menonton film dan dia sering meminjam VCD ke kak Drea.
“sip Nay, aku cari Kak Drea dulu deh” Mia bangkit dari tempat duduknya dan mencari Kak Drea.
Mula-mula Mia mencari di kamar Kak Drea yang letaknya di samping kamar Nayla.
“Kak Drea” panggil Mia sambil mengetuk pintu “Kak Drea” ulang Mia.
Terdengar langkah kaki mendekat lalu pintu terbuka dan tampaklah oleh Mia wajah Kak Drea.
“Hei Kak.” sapa Mia dengan senyum kekanak-kanakan.
“Apa Mi? mau minta traktir?” tanya Kak Drea
“Sebenernya sih enggak kak, tapi kalo kakak mau traktir sih kaga ape-ape, saya selalu siap sedia.” jawab Mia.
“Yeee, pengenan.”
“Kalo nggak pengen juga nggak bakal minta Kak.”
“Ya udah, sekarang tujuan anda kemari ada apa?”
“Tujuan saya kemari untuk meminjam VCD.”
“Yaudah masuk dah, cari aja di tempat biasa, aku mau pipis dulu.” Kak Drea lalu turun menuju ke kamar mandi.
Kamar Kak Drea berbentuk persegi panjang dan barang-barang yang terdapat di kamar ini juga tidak berbeda jauh dengan barang barang yang ada di kamar Nayla. Di sebelah utara terdapat doble springbed yang disetiap sisinya terdapat meja kecil yang diatasnya ditaruh lampu tidur dan ada jam beker didepannya, di sebelah selatan terdapat lemari baju besar yang di samping kirinya ada pintu kayu, di sebelah barat terdapat rak buku yang di gabung dengan rak untuk menyimpan VCD yang diatasnya terdapat minatur-miniatur hadiah dari papanya yang sering dinas dan disamping kirinya terdapat lampu hias, di sebelah timur laut terdapat meja belajar berbentuk L, di sebelah tenggara terdapat karpet dengan motif loreng-loreng yang diatasnya terdapat sofa kecil dan gitar di pojok ruangan. Jendela kamar berada di atas tempat tidur dengan gorden berwarna merah hati polos. Cat kamar ini berwarna hijau tua yang di hiasi dengan beberapa bingkai foto dan beberapa poster film.
Mia masuk ke kamar Kak Drea dan langsung ke bagian rak VCD, Mia sudah mengatahui seluk-beluk rumah ini dan ia juga sudah mengetahui bagian-bagian yang terdapat di kamar Kak Drea. Mia mengotak-atik isi rak tersebut ada beberapa yang sudah ia tonton ada pula yang belum. Saat sedang asik mengotak-atik tiba-tiba Nayla masuk.
“Pingin nonton apa Mi?” tanya Nayla mendekati Mia.
“Tau nih, yang seru-seru pokoknya.” jawab Mia tangannya masih meneliti beberapa sinopsis yang terdapat di sampul belakang.
“Ini mau nggak Mi.” Nayla menunjukkan salah satu film berjudul Inception kepada Mia.
“Ceritanya kayak gimana?” tanya Mia saat mengambil film tersebut.
“Kata Kak Drea sih tentang mimpi-mimpi gitu deh, aku juga belom pernah nonton, tapi kata Kak Drea nontonnya juga harus pake otak soalnya rada susah bedain mimpi yang satu sama yang lain terus bedain yang mimpi sama yang nyata.” jelas Nayla.
“Boleh juga tuh, aja Kak Drea deh biar kita ngerti bedainnya, lagi males mikir soalnya.” kata Mia setuju.
“Tapi Kak Drea nggak mau, udah bosen katanya.” Nayla kembali meneliti VDC-VDC milik kakaknya.
“Yaaaaaah, yaudah deh ganti.” Mia menaruh kembali VCD yang tadi sudah berada di tangannya.
Saat sedang asik memilih-milih VCD tiba-tiba pintu kamar di buka dan seseorang masuk dengan mengenakan seragam lengkap, hanya saja sedikit berantakan.
“Kak Drea!” kata yang pertama kali di ucapkan oleh cowok itu saat membuka pintu kamar.
“Eh ada Yayan” kata Mia saat mengetahui bahwa yang masuk adalah Yandra.
“Aku Yandra kakak, bukan Yayan” kata Yandra dengan tampang cemberut.
“Haha, dulu kan kamu di panggil Yayan, jangan meninggalkan kebudayaan asli dong” kata Mia.
“Apa Yan? Kak Drea ada di bawah kayaknya.” tanya Nayla.
“Jangan panggil aku Yan deh kak, panggil aku Bastian aja, aku ganti nama panggilan.” nama panjang Yandra adalah Bastian Andrea, kata Yandra diambil dari kedua kata yang ada dalam namanya.
“Males ah, kepanjangan.” kata Nayla cuek.
“Yaaaaaah, yaudah deh Andre aja.”
“Nggak boleh pake nama orang tua Yan.” kata Mia. Nama papa Yandra adalah Andre, Nayla, kak Drea dan Yandra memiliki nama belakang yang sama, yaitu Andrea yang artinya Andre dan Anita, nama mama Yandra.
“Yaaaaaaah, yaudah deh Yandra aja udah bagus.” Yandra terlihat kecewa. Tingi Yandra tidak berbeda jauh dengan Nayla, walaupun ia sudah duduk dibangku SMP tapi kelakuannya masih seperti anak SD. Walaupun begitu, ia mengalami nasib yang sama dengan kedua kakaknya yaitu mempunyai banyak penggemar dan termasuk dalam nominasi anak popular.
Yandra melemparkan tubuhnya ke tempat tidur Kak Drea “Nyari film paan sih Kak?” tanya Yandra
“Yang seru-seru deh Yan.” jawab Mia
“Toy Story aja Kak.” Yandra memberi usul
“Yang ke?” tanya Mia
“Satu dua seru.”
“Udah bosen!” kata Mia dan Nayla bersamaan.
“Yang ketiga udah belom?”
“Belom, kemaren belom nonton.” jawab Nayla.
“Nanti papa mau beliin lho.” kata Yandra memberi informasi
“Tumben, siapa yang minta?” kata Nayla
“Aku dong, siapa lagi?”
“Ooooooh” kata Nayla dan Mia kompak
Kak Drea masuk dengan membawa chiki. Yandra yang melihat kakaknya membawa makanan langsung menghampiri kakaknya dan merebut chiki dari tangan kakaknya.
“Belom nonton dari tadi?” tanya kak Drea yang pasrah makanannya di curi.
“Yang seru apa kak?” tanya Mia
“Semua yang ada dikamar ini seru semua, yang enggak ada di perpus noh” jawab Kak Drea santai.
“Nay, katanya ada yang mau diceritain.” kata Mia
“Oh iya, ya udah yuk ke kamarku.” ajak Nayla “Kita nggak jadi minjem VCD Kak.”
“Yeeeee, ngebrantakin aja sih.” Kak Drea mendekati laptopnya
“Ya maap Kak” kata Nayla menutup pintu kamar Kak Drea.
***
Sesampainya di kamar Nayla, Nayla mulai menceritakan sesuatu sambil mengotak-atik isi laptopnya.
“Masalah Dikta pasti ya Nay?” tanya Mia
“Iya, kayaknya mama papa ada masalah lagi deh.” jawab Nayla
“Iya, aku juga ngerasa gitu, tadi di sekolah dia nggak ada heboh-hebohnya sama sekali.”
“Pingin banget deh aku ngebantuin dia, tapi gimana, ini kan masalah keluarga, aku nggak punya hak buat ikut campur masalah mereka.” entah sudah berapa kali kata-kata itu terlontar dari bibir Nayla.
“Aku kasian sama adenya, setiap orang tua mereka mulai mengeluarkan tanda-tanda mau berantem, si Dikta berusaha bujuk adenya buat keluar biar dia nggak tau masalah itu, di ajak ke supermarket lah, ke pasar malem lah, malah kadang ke rumah aku.”
“Dikta juga kadang ke rumah aku, si Dikta curhat sama Kak Drea terus si Nabila di ajak mama sama aku main, padahal Nabila kan masih kelas satu SD, apa orangtuanya nggak pernah mikirin anaknya ya?”
“Hush, jangan ngomong kayak gitu, tapi mereka sayang banget kok sama Dikta dan Nabila, aku pernah nggak sengaja dengar mereka ngomong itu waktu ulang tahun Nabila tahun lalu.”
“Apa ini yang disebut takdir?”
“Maybe, tapi Allah pasti ngasih sesuatu dibalik semua ini, dan mungkin ini yang terbaik buat mereka, tapi takdir itu ditentukan oleh manusia itu sendiri.”
“Iya juga sih, tapi kita harus berbuat sesuatu.” wajah Nayla menampakan keseriusan.
“Berbuat apa?” tanya Mia.
“Pertama kita deketin dulu orang tuanya.” usul Nayla.
“Caranya?” tanya Mia lagi, sepertinya ia setuju dengan ide ini.
“Nah, ntu dia yang aku tak tau.” wajah Nayla kembali seperti semula.
“Same aje dong.” wajah Mia nemanpakkan kekecewaan.
“Ya udah deh, kapan-kapan kita pikirin.” kata Nayla “Udah sore nih, tak mau mandi kah kau?” Nayla membuka lemarinya.
“Ya udah deh, aku pulang dulu ya.” Mia menutup laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya.
***
Nayla yang sedang asik membaca komik dikagetkan dengan kedatangan adiknya. Yandra membuka pintu kamar Nayla tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Nayla yang tadinya tiduran kini duduk tegak di atas tempat tidurnya.
“Ketuk pintu dulu dong, ngagetin aja sih.” omel Nayla menutup komiknya
“Hehe, maap kak.” kata Yandra diikuti ceringan ala Yandra
“Ngapain ke sini?” tanya Nayla galak, tangannya menaruh komiknya ke dalam rak kecil di samping tempat tidurnya.
“Jangan galak-galak dong kak, nanti cantiknya ilang lho.” Yandra mendekati kakaknya, seyumannya belum lepas dari wajahnya.
“Udah permanen jadi nggak bakalan ilang.” kata Nayla jutek sedangkan Yandra mengerutkan keningnya.
Dikasih apaan ya biar permanen? Gue mau tuh resepnya, tapi bukannya tambah tua tambah jelek ya? Batin Yandra. “Oke kak, maksud kedatangan saya kemari adalah untuk meminjam pulpen.” kata Yandra.
“Pasti pulpen kamu ilang lagi deh, dasar tukang ngilangin barang, masa dua pak jadi dua minggu sih, boros banget.” omel Nayla sambil beranjak dari tempat tidurnya, ia menuju meja belajarnya dan mengambil satu pulpen dari tempat pensilnya dan memberikannya pada Yandra.
Setiap dua bulan sekali, papa Nayla membelikan dua pak pulpen, dua pak pensil, dua tipeks, dua penghapus jumbo untuk masing-masing orang. Dan yang paling awet hanya Nayla, bahkan menurut Nayla itu kebanyakan. Yandra hampir setiap hari kehilangan satu atau dua pulpen dan pensil. Sedangkan Kak Drea setiap minggu bisa menghabiskan tiga sampai lima pulpen dan satu sampai tiga pensil, hobby Kak Drea adalah mencoret-coret, jadi jangan salah kalau teman-teman kak Drea sering marah-marah ke Kak Drea gara-gara buku mereka dijadikan korban, dan tidak jarang mereka di hukum oleh guru karena meja yang mereka tempati dicoret-coret oleh Kak Drea.
Nayla melanjutkan acara membaca komiknya, ia ingin menamatkannya karena ia sudah berjanji pada Lina akan mengembalikannya besok. Pukul setengah sebelas malam Nayla sudah tidur nyenyak di atas tempat tidurnya dengan tangan yang masih menggenggam komik dan kaki kiri yang menggantung. Kak Drea masuk ke kamar Nayla, ia melihat Nayla. Kak Drea menaruh komik yang ada di tangan Nayla ke laci dan mengangkat kaki kiri Nayla hingga berada di tempat tidur lalu menyelimutinya, sebelum pergi ia berbisik ke telinga Nayla “Kakak pinjem pulpennya ya Nayla, sweet dream” lalu Kak Drea mencium kening Nayla dan pergi. Sebelum ke kamarnya, Kak Drea mengambil pulpen yang ada di meja belajar Nayla.

Rabu, 16 Februari 2011

My Best Friend is Nayla episode 1

Jam Istirahat di 9c…  

            Saat jam istirahat tiba, kelas 9c sudah sepi ditinggal penghuninya. 9c merupakan kelas terbaik ketiga dari 15 kelas yang ada di sekolah Tirta Nagara International School. Walaupun kelas ini kelas terbaik ketiga tetapi anak-anak yang berada di dalamnya tidak selalu memakai kacamata ataupun membawa buku pelajaran kemanapun mereka pergi, malah sebaliknya mereka jarang menyentuh buku pelajaran mereka disaat liburan sekolah dan yang memakai kacamata bukan mencerminkan sikap kutu buku seperti kebanyakan orang bilang, melainkan karena terlalu banyak bermain game di laptop, komputer, ipad, ataupun handphone.
            Sekolah ini memiliki fasilitas yang lengkap, jadi tidak salah jika sekolah ini memang sekolah favorit di Jakarta. Dengan empat gedung sekolah berdempetan yaitu gedung untuk TK, SD, SMP dan SMA, fasilitas yang terdapat di sekolah ini terletak di belakang gedung sekolah. Fasilitas yang diberikan antara lain: full AC, kolam renang, stadion, taman, lapangan olahraga serbaguna, laboratorium biologi, laboratorium kimia, ruang komputer, UKS dengan obat-obatan lengkap, ruang kreatifitas, masjid, kantin, dan toilet.
            Nayla yang baru pulang dari kantin dengan wajah cemberut langsung duduk disamping Mia yang sedang asik membaca novelnya.
            “Kamu kenapa Nay?” Mia menoleh ke arah Nayla karena merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu.
            “Nggak usah aku jawab juga kamu udah tau kan jawabannya.” Nayla bicara ketus pada Mia. Dengan jawaban Nayla tadi sebenarnya Mia sudah tahu jawabannya. Hal ini sudah sering terjadi setiap minggunya.
            “Nayla, Nayla, harusnya kamu bersyukur karena kamu itu…” Mia mencoba menasehati Nayla.
            “Udah deh Mia, kamu nggak usah ngomong kaya gitu lagi, aku nggak perlu dibanggain, aku juga nggak perlu pujian kamu, aku pingin kaya kamu, bisa hidup nyaman dari semua gangguan orang-orang itu, aku cuma mau hidup normal.” Nayla memotong kata-kata Mia tidak lupa juga untuk menatap Mia tajam, mukanya merah padam. Mia kembali membaca novelnya.
Mia sudah terbiasa dengan sifat Nayla. Ia tau bahwa Nayla merasa sangat bersalah padanya, Mia juga tahu bahwa Nayla menangis walaupun wajah Nayla masih dengan ekspresi marah saat meninggalkan ruang kelas. Mata Nayla berkaca-kaca saat berbicara pada Mia tadi.
“Dimarahin sama Nayla lagi ya? Aduh kasian banget sih lo, kan udah aku bilang kalo Nayla itu nggak pantes jadi sahabat lo. Tiap minggu kerjaannya cuma marah-marahin lo aja, kok lo bisa betah sih sahabatan sama Nayla?” Emma, cewek centil yang iri dengan Nayla. Iri karena Nayla lebih populer dibangdikan dengannya, Nayla punya semua yang tidak Emma punya. Sebenarnya Nayla tidak ingin popular dan ia juga tidak begitu peduli dengan omongan Emma tentang dirinya.
“Emma, lo itu cuma cewek centil yang nggak tahu apa-apa tentang Nayla, jadi lo nggak usah sok tahu tentang gue dan Nayla.” Mia menjawab pertanyaan Emma dengan enteng, mata Mia belum lepas dengan novel yang berada di depan matanya.
“Ih, gue tuh bukannya sok tahu, tapi gue tuh khawatir sama lo.” Mia yang malas mendengar ocehan Emma akhirnya keluar.
“Malah pergi lagi.” kata Emma ketika Mia keluar dan Emma duduk di bangkunya dengan wajah kesal.

Hidup ini ternyata nggak adil ya? Di saat Mia ingin seperti Nayla tapi justru Nayla yang ingin seperti Mia, kenapa jadi terbalik kaya gini sih? Mia berfikir sepanjang jalan menuju ke arah taman, karena di sanalah tempat Nayla sering berdiam diri jika ia ada masalah. Taman memang tempat yang nyaman untuk berdiam diri walaupun tidak terlalu sepi, tepi taman adalah tempat yang pas untuk menumpahkan segala isi hati kita.
“Nayla.” Mia menghampiri Nayla yang sedang duduk di atas bangku taman di bawah pohon beringin.
“Aku tau sebentar lagi bel masuk, kamu nggak perlu nyusul aku ke sini.” Nayla berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke arah kelas.
“Maaf ya, soalnya…” Mia berjalan di samping kanan Nayla dan menyamai langkah kaki Nayla.
“Aku yang harusnya minta maaf.” kata Nayla, nada bicara berbeda saat dia berada di kelas tadi.
“Kok?” tanya Mia bingung dengan apa yang Nayla katakan.
“Lupain aja.” Nayla menoleh ke arah Mia dan tersenyum, dan Mia tahu itu berarti mereka sudah berdamai.
Tepat saat mereka berada di depan kelas, bel masuk pun berbunyi, kelas yang tadinya ditinggal penghuninya kini telah terisi kembali. Pelajaran selanjutnya adalah fisika. Semua murid kelas 9c sudah berada di tempatnya masing-masing dengan buku fisika beserta alat tulis sudah terpajang rapi di meja mereka.
Saat pelajaran fisika berlangsung seisi penghuni 8b seperti bisu, semua mata tertuju pada Bu Kila, sang guru killer, tidak ada satu pun yang berani melirik ke kanan atau pun ke kiri. Alasan yang paling tepat untuk menghindari pelajaran fisika adalah izin pergi ke toilet atau pura-pura sakit. Sepertinya Dikta sudah merasakan efek dari ocehan Bu Kila, buktinya saja ia meminta izin untuk pergi ke toilet tapi tak tahu di benar-benar ke toilet ataupun ke kantin. Pelajaran berjalan dengan aman dan damai, tidak ada yang jadi patung selamat datang di depan kelas, karena semua sudah mengerjakan PR. Pelajaran Fisika berlangsung 2 jam pelajaran, tapi rasanya seperti 20 jam pelajaran. Saat Bu Kila sudah keluar dari kelas, kelas yang tadinya sepi berubah jadi berisik.
“Huh, punggung gue pegal-pegal nih, sepertinya encok deh.” Faisal yang memegangi punggungnya akibat duduk tegak tadi. Faisal terpaksa duduk tegak karena hari ini ia dan Fais kebagian duduk di depan.
“Adoh, kalo gini terus gue bisa masuk rumah sakit lebih cepat dari yang gue perkirakan selama ini.” Rendi memutar kepalanya ke segala arah: kanan, kiri, atas dan bawah.
“Bentar lagi juga RSJ bakal penuh.” Rendra sedang merapikan buku fisikanya setelah merentangkan tangannya. Sepertinya ia akan muntah jika melihat buku fisika lebih lama lagi.
“Coba aja guru fisika itu baik, pasti gue cepet ngerti deh.” Mia membuka laptopnya dan mulai mengetik sesuatu di laptopnya dan sepertinya Nayla tidak peduli tentang apa yang Mia ketik.
“Mikirin apa sih Nay?” Mia menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Nayla yang dari tadi melamun.
“Di rumah aja ya aku ceritanya.” kata Nayla berjanji.
“Oh, yaudah deh.” Mia melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda.
Nayla berdiri dari tempat duduknya “Mi, anterin aku ke toilet yuk.”
“Bentar.” Mia menutup laptopnya dan berjalan mengikuti Nayla ke toilet.
Mereka berjalan ke arah toilet wanita yang berada tepat di samping gedung SD yang berada di lantai satu. Toiletnya memang agak jauh dari kelas mereka, tapi ini lah toilet yang paling enak menurut Nayla. Toilet ini jarang dipakai orang karena kebanyakan memakai toilet yang dekat dengan kantin. Toilet ini sebenarnya diperuntukkan untuk kelas 7.
***
Sekolah telah berakhir sekitar lima menit yang lalu, tetapi sekolah masih saja ramai. Ada yang menunggu jemputan, ada yang sedang ekskul, ada yang sedang berbincang-bincang dengan temannya, dan lain-lain. Sedangkan Nayla dan Mia sedang menunggu pak Mahmud, supir pribadi Nayla. Rumah Nayla dan Mia bersebelahan, jadi wajar-wajar saja jika mereka selalu bersama. Nayla dan Mia sudah bersahabat sejak kelas 2 SD.
Nayla bangkit dari tempat duduknya dan melihat jam tangannya, “lama banget sih pak Mahmud.” Nayla mulai merasa bosan karena ia memang tidak suka menunggu.
Mia pun ikut bangkit, “sabar dong Nay, sebentar lagi juga dateng, mungkin kena macet.”
“Ya ya ya, aku ke toilet dulu deh Mi.” Nayla berjalan ke arah toilet yang berada di dekat pintu gerbang.
“Ati-ati ya Nay.” kata Mia.
“Toilet deket kali Mi.” teriak Nayla.
Mia hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya.
Setelah Nayla sudah tidak terlihat lagi, tiba-tiba datang seorang cowok menghampiri Mia “Hai Mi, sendiri aja ni? Nayla mana?”
“Siapa ya?” Mia bingung. Nayla memang cewek eksis di sekolahnya, jadi wajar kalau Mia juga kena getahnya.
“Oh iya, kenalin.” cowok itu menjulurkan tangannya “Gue Dika, anak 9g.”
Oh fansnya Nayla, batin Mia. Mia tidak membalas juluran tangan Dika “Nayla lagi di kamar mandi.” jawab Mia sambil tersenyum.
Muka Dika terlihat kecewa, ia menarik tangannya lagi “Oh, ya udah kalo gue duluan, titip salam buat Nayla”
“Oh, iya”
Sekitar 2 menit kepergian Dika, Nayla baru datang dari kamar mandi dan menghampiri Mia.
“Ada salam dari Dika.” Mia berjalan ke arah pintu gerbang bersama Nayla.
Nayla terlihat bingung “Dika siapa?”
“Dika anak 9g kalo nggak salah.” Mia mencoba mengingat.
Nayla tampak berpikir lalu berkata “Kayaknya aku nggak kenal deh.”
“Sama, aku juga nggak kenal, tiba-tiba aja nyariin kamu gitu deh, eh itu dia pak Mahmud.” Mia menunjuk ke arah Honda jazz biru.
Setelah pak Mahmud menepi, Mia dan Nayla buru-buru masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, pak Mahmud menyapa Mia dan Nayla dengan senyum ramahnya. Mia dan Nayla duduk di bangku belakang. Setelah pintu ditutup pak Mahmud menjalankan mobilnya.
“Kemana aja sih pak lama banget?” mulut Nayla sudah gatal ingin segera menanyakan hal tersebut.
“Maaf non, tadi isi bensin dulu.” Pak Mahmud meminta maaf.
“Oh, ya udah.” Nayla menyalakan handphonenya.
***
Sesampainya di rumah Nayla, Mia tidak langsung pulang tapi mampir ke rumah Nayla. Dari garasi sudah tercium bau masakan bi Inah, pembantu yang mengasuh Nayla sejak lahir. Baru saja Mia dan Nayla ingin memasuki rumah, suara kak Drea, kakak Nayla yang berada di kelas dua SMA sudah bergema. Wajah kak Drea sangat mirip dengan Nayla: matanya sedikit sipit, hidungnya mancung, kulitnya pitih, rambut hitam, berbadan kurus tapi nggak kurus-kurus amat juga. Yang berbeda dari kak Drea dan Nayla yaitu sifat, rambut, rambut kak Drea lurus sedangkan Nayla keriting gantung. Kak Drea dan Nayla sangat mirip dengan mamanya sedangkan Yandra, adik Nayla, sangat mirip dengan papanya.
“Bisa nggak sih nggak teriak-teriak.” Nayla melepas sepatunya dan memasuki rumah lebih dahulu.
“Bisa nggak sih, nggak ngasih tau alamat rumah ke temen-temen kamu?” Kak Drea menghampiri Nayla yang masih melepas sepatunya.
“Siapa yang ngasih? Aku enggak pernah ngasih selain temen sekelas.”
“Terus siapa yang ngasih tau?”
“Ya mana aku tau, emangnya aku dukun yang tau semuanya.”
“Ah, yaudah deh, aku mau makan, surat dari para penggemarmu ada di gudang.” Kak Drea masuk ke dalam rumah.
“Nggak ditaruh di gudang juga kali Kak, taruh di kamar aku juga bisa kan.” Nayla mengikuti kakaknya dan di belakangnya sudah ada Mia yang menyusul.
“Males gela.” kata Kak Drea disertai dengan gayanya yang lebay.
“Males mulu kapan rajinnya?” Mereka bertiga pergi ke ruang makan.
“Tahun depan.”
“Nggak ada kata lain apa selain tahun depan?”
“Nggak ada, udah abis.”
“Apa sih kak? Nggak jelas banget deh.” Mia akhirnya ikutan.
“Hahaha, aku ada pembelanya.” ujar Nayla saat Mia mendukungnya.
“Tenang, bentar lagi Yandra pulang.” Yandra kini berada di kelas tujuh dan ia juga satu sekolah dengan Nayla sehingga pulangnya sama, Kak Drea juga satu sekolah, tapi ia pulang lebih cepat daripada Nayla.
“Yandra kan ada kerja kelompok kak.” kata Nayla mengingatkan
“Oh iya, yaaaaah” pembicaraan kakak beradik itu akhirnya berhenti ketika suara perut Mia berbunyi, semua tertawa.
“Ya udah yuk, cepatan makan” Kak Drea yang paling pertama mengambil nasi.